Sabtu, 28 Mei 2016

Antri di Kasir

Sebuah cerita kemana-mana ala aku bab sekian..
Jadi, ceritanya.. sore ini dengan tidak bijaksananya aku memutuskan belanja bulanan pas akhir pekan. Biasanya menghindari hari libur atau tanggal-tanggal gajian karena yaaa..antrinya di kasir itu kadang lebih lama daripada upacara bendera hari Senin. Cuma bedanya, di supermarket masih ada AC. Kulit ndak menghitam, kecantikanku tak berkurang. *okay La, okay*

Pertama kali memilih antrian, apa sih yang kamu perhatikan?
Yang paling sedikit orangnya dan belanjaannya kan?
Tapi ternyata, penampilan bisa menipu lho. Nasib ndak bisa diprediksi emang. Contohnya, bawa sekaleng susu, ternyata si ibu cuma scan sebiji, mau ambilnya berkerdus-kerdus. Bayarnya ga pakek credit card lagi. Diskonnya masih dihitung pakek kalkulator yang biasa dipake pedagang pasar, di depan kasirnya. Dugaanku hal itu dilakukan untuk menentukan banyaknya unit yang dibeli, ala akuntansi manajemen atau operational research. Bayangin!

Begitu aku tunggu 15 menit ga kelar-kelar dan mas kasirnya sepertinya terlena dengan obrolan akrab (iya iya si ibu adalah ratu, kan belanjanya jutaan rupiah), aku mulai tidak sabar dan memutuskan ambil antrian yang lain. Apalagi si ibu tidak sedikitpun mencoba akrab, menyesal atau minimal senyum kek, malah memandangiku dengan curiga. Dan aku dipantatin. Oke, baiklah Yang Mulia Ratu. Lanjutkan mborongmu. Mungkin tatapanku terlalu tajam menganalisis tingkah laku si ibu dan kasir.

Lalu di antrian lain, perasaanku mulai enakan. Maunya stay di situ karena aku lihat ada suster yang tadinya sibuk memilih roti saat aku mulai antri di belakang Sang Ratu, kini terdepan dalam prestasi, eh antrian mbayar. Prediksiku, mas kasir yang ini pasti semacam suami siaga: cepat dan tanggap. Lah, ternyata antrian di sebelah lebih menggoda, karena lebih sedikit orang walaupun dengan banyak belanjaan. Sekalian banyak, scan scan bahagia, bayar, struk keluar, kelar! Ganti pelanggan yang lain.. Mikirku gitu sih.

Setelah pindah antrian kedua kalinya, ironisnya sang Ratu di antrianku mula-mula telah selesai menghitung dan lenyap. Dan antrian yang kutinggalkan, kini maju pesat. Aku? ngesot. Ditambah ada tragedi struk macet. Aku nggak bisa diginiin~ Daripada mas kasirnya sebel dan mamam mesinnya, jadi kurelakan saja pergi berlalu tanpa struk. Dadah, mas~ *lah*

REFLEKSINYA...
Antri di kasir itu proses.
Kasirnya yang banyak adalah pencerminan pilihan dalam hidup. Jalannya.
Pintu keluar adalah cermin dari tujuan hidup: ujungnya sama meskipun menempuh berbagai jalan.
Sikap kita saat antri, mau merengut, mau tetap nyengir walau sebel, mau tawuran sama yang antri di depan kita adalah menunjukkan siapa kita, apa yang kita dapat sesungguhnya dari proses itu. Tujuan sama, tapi sikap bisa beda.

MAU YANG LEBIH TARAKDUNGCES?

Kita sama-sama bakal mati, tapi tidak semuanya dapat menikmati hidup. J

Kemana-mana banget kan? Ya nggak paham, diiyain aja biar cepet. Salahnya lihat-lihat kemari. Bwek~ :p

0 komentar:

Posting Komentar