Sebuah cerita kemana-mana ala aku bab sekian..
Jadi, ceritanya.. sore ini dengan tidak bijaksananya
aku memutuskan belanja bulanan pas akhir pekan. Biasanya menghindari hari libur
atau tanggal-tanggal gajian karena yaaa..antrinya di kasir itu kadang lebih
lama daripada upacara bendera hari Senin. Cuma bedanya, di supermarket masih
ada AC. Kulit ndak menghitam, kecantikanku tak berkurang. *okay La, okay*
Pertama kali memilih antrian, apa sih yang kamu perhatikan?
Yang paling sedikit orangnya dan belanjaannya kan?
Tapi ternyata, penampilan bisa menipu lho. Nasib ndak bisa
diprediksi emang. Contohnya, bawa sekaleng susu, ternyata si ibu cuma scan
sebiji, mau ambilnya berkerdus-kerdus. Bayarnya ga pakek credit card lagi. Diskonnya masih dihitung pakek kalkulator yang biasa dipake pedagang pasar, di
depan kasirnya. Dugaanku hal itu dilakukan untuk menentukan banyaknya unit yang
dibeli, ala akuntansi manajemen atau operational research. Bayangin!
Begitu aku tunggu 15 menit ga kelar-kelar dan mas kasirnya
sepertinya terlena dengan obrolan akrab (iya iya si ibu adalah ratu, kan
belanjanya jutaan rupiah), aku mulai tidak sabar dan memutuskan ambil antrian
yang lain. Apalagi si ibu tidak sedikitpun mencoba akrab, menyesal atau minimal
senyum kek, malah memandangiku dengan curiga. Dan aku dipantatin. Oke, baiklah
Yang Mulia Ratu. Lanjutkan mborongmu. Mungkin tatapanku terlalu tajam
menganalisis tingkah laku si ibu dan kasir.
Lalu di antrian lain, perasaanku mulai enakan. Maunya stay
di situ karena aku lihat ada suster yang tadinya sibuk memilih roti saat aku
mulai antri di belakang Sang Ratu, kini terdepan dalam prestasi, eh antrian mbayar. Prediksiku, mas
kasir yang ini pasti semacam suami siaga: cepat dan tanggap. Lah, ternyata
antrian di sebelah lebih menggoda, karena lebih sedikit orang walaupun dengan
banyak belanjaan. Sekalian banyak, scan scan bahagia, bayar, struk keluar,
kelar! Ganti pelanggan yang lain.. Mikirku gitu sih.
Setelah pindah antrian kedua kalinya, ironisnya sang Ratu di antrianku mula-mula telah selesai menghitung dan lenyap. Dan antrian yang kutinggalkan, kini maju pesat. Aku?
ngesot. Ditambah ada tragedi struk macet. Aku nggak bisa diginiin~ Daripada mas
kasirnya sebel dan mamam mesinnya, jadi kurelakan saja pergi berlalu tanpa
struk. Dadah, mas~ *lah*
REFLEKSINYA...
Antri di kasir itu proses.
Kasirnya yang banyak adalah pencerminan pilihan dalam hidup. Jalannya.
Pintu keluar adalah cermin dari tujuan hidup: ujungnya sama
meskipun menempuh berbagai jalan.
Sikap kita saat antri, mau merengut, mau tetap nyengir walau
sebel, mau tawuran sama yang antri di depan kita adalah menunjukkan siapa kita,
apa yang kita dapat sesungguhnya dari proses itu. Tujuan sama, tapi sikap bisa
beda.
MAU YANG LEBIH TARAKDUNGCES?
Kita sama-sama bakal mati, tapi tidak semuanya dapat menikmati
hidup. J
Kemana-mana banget kan? Ya nggak paham, diiyain aja biar cepet. Salahnya lihat-lihat kemari. Bwek~ :p