Minggu, 21 Mei 2017

Papa

Papa adalah orang pertama yang kuuji kesabarannya dengan segala “kejahilanku”. Bahkan dari pertama kali aku menghirup udara di bumi, papa adalah lelaki yang memacu kendaraannya dengan kalap karena dipikirnya aku tiada sesaat setelah hadir di peluknya. Nyatanya aku masih hidup.

Papa adalah lelaki pertama yang kusungkani karena ketegasannya, kasih sayangnya kepada istri dan anaknya, ngamuk tingkat tinggi jika tau putrinya diganggu walau itu hanya seekor nyamuk. Kami sama keras kepalanya, tapi aku sungkan dan hormat, bukan takut padanya. Papa adalah komisi disiplinku pada saat masih kecil. Maafkan aku, pa. Mungkin aku menjengkelkan karena selalu mempertanyakan aturanmu. Kalau aku tidak yakin, ya tidak kukerjakan.

Papa adalah orang yang mendengarkanku, walau terkesan cuek dan cool, lalu memberi masukan yang rasional, meskipun akhirnya ikut baper karena ada hati yang lembut di balik wajahnya yang sangar. Justru karena lelaki tidak mudah mengekspresikan emosi, bapernya berasa shocking soda.

Papa adalah lelaki yang menganggap suaraku paracetamol sekaligus penurun asam lambung. Papa adalah lelaki yang selalu menggumam “anakku sudah makan apa belum ya”, saat menyendok makanannya sendiri di rumah.

Papa adalah orang yang ngambek saat melihatku terus lembur saat kejar deadline. Papa terlalu khawatir aku sakit, tapi jatohnya marah-marah. Penjelasanku dicuekin, apalah deadline itu. wkwkwk

Papa adalah cowok cakep luar-dalam, yang bikin aku iri sama mama, “beruntung sekali wanita berjodoh sama cowok secakep papa.” Dan itu kuucapkan frontal di depan keduanya. Biasanya, papa senyum cakep 1000000000 kali lipat, dengan sedikit bergaya. Dan mama melengos sambil berusaha mementahkan argumentasi dengan malu-malu. That's love! :)

Papa dan aku adalah tim usil yang setia ngisengin mama. Kami suka bercanda, kalau sudah duet, mama yang sebal. Mungkin karena sering jadi korban. Hehe.

Papa adalah lelaki setia, yang walau banyak fans, hanya satu wanita yang selalu diperlakukan secara romantis: mama. Mungkin aku membenci perganjenan juga karena mengamati dan mendengarkan masa muda orang tua. Hehe

Papa adalah orang yang membebaskanku tidak berhijab, karena diinginkannya aku beribadah sesuai kesadaranku saat dewasa. Aku malah berhijab dan melaksanakan kewajibanku sebagai muslimah bukan karena amukan atau suruhan papa, melainkan contoh darinya. Aku juga mengenal kemakrifatan, tidak berhenti di syariah karena papa. Aku tidak disuruh untuk mengikuti, tapi aku membaca apa yang papa baca. Pelajaran ketauhidan pertamaku. Kata orang mungkin aneh, tapi aku suka. Aku yakin atas pembahasan "kemana-mana" itu.

Papa juga yang mengajariku menghargai perbedaan, baik perbedaan agama, ras, suku. Papa selalu kasi contoh cerita di kampung halamannya dulu, dimana kampung Madura, kampung Arab, dan kampung Cina bisa hidup berdampingan dan bahkan saling mendoakan. Kakekku yang asli Madura selalu dimintai tolong temannya, etnis Tionghoa, untuk selamatan jika beli truk baru dan mau beroperasi. :)

Papa adalah pasien pertamaku yang kurawat sepenuh hati, walau aku sekarang adalah akuntan pendidik, bukan dokter seperti yang orang tua harapkan. Papa juga adalah orang yang ditakuti orang sekitarnya, tapi malah takut padaku jika sudah ada dasar yang pasti dan aku menuntut kedisiplinan yang sama dari papa. Haha.

Papa. Papa. Papa.
Sembuhlah pa. Kalau Allah mengizinkan, papa yang menikahkanku kelak dengan orang yang mirip dengan papa. Karena aku putrimu, aku ingin putra putriku juga tak jauh dari warisanmu. Aku fans papa. Aku putri bungsumu yang belum bisa ngasi apa-apa.

Sembuh ya, pa..