Kamis, 27 April 2017

Cinta Dalam Pandangan Saya

Pernah aku tak mau mendefinisikan jatuh cinta itu apa.

Pandangan ilmiah menyatakan jatuh cinta itu proses membau wanita kepada pria sehingga memicu bla bla bla..

Zat dalam coklat juga dipercaya setara dengan hormon tertentu saat jatuh cinta. Kehadiran seseorang masa seharga sebatang coklat? Hihihi.

Ada pula yang membuat seminar cinta untuk politisasi penemuan jodoh. Sampai majalah remaja dan artikel daring pun acapkali menyediakan tips cara memikat si dia dan ciri-ciri ia jatuh cinta padamu.

Motivator membuat pernyataan jika tidak kehilangan logika, bukan cinta namanya. Ah, jangan-jangan ini cinta buta atau kebenaran yang ditangkap dari pengalamannya semata.

Para wanita lajangpun sibuk membicarakan kriteria pria yang ideal menjadi jodohnya. Padahal semakin tua, semakin kurasakan perasaan itu tak bisa tercipta semudah melengkapi checklist.

Ada yang bilang, ia yang rela menunggumu dan menghubungimu setiap saat adalah mereka yang mencintaimu penuh kesungguhan. Aku bertanya, apakah yang semacam ini akan berlangsung selamanya? Jika sudah seatap seiya setidak sekata sekalimat separagraf janji suci, yakinkah tidak merasa bosan? Padahal manusia tercipta tak ada yang sama. Berusahalah sesuai ukurannya. Kadang aku menjumpai cerita orang pacaran kalau makan suap-suapan, setelah menikah malah nggak ada romantisnya. Lucu. :D

Kuamati pasangan yang melalui tahapan bertemu setiap hari, berbincang setiap kesempatan, lalu pacaran. Pacaranpun kalau putus seolah aib jika menjomblo terlalu lama dan tidak segera menemukan yang baru. Mengapa memangnya kalau tidak melalui tahapan itu? Misalnya cara yang semi nonmainstream seperti mengetahui keluarganya, lingkungannya, atau yang super aneh, yaitu berdebat sampai tingkatan langit ketujuh terlebih dahulu? Kupikir itu lebih adil, karena segala pencitraan berlebihan tak diberi kesempatan. Mengapa selalu mengandalkan analisis yang tampak, sedangkan wanita unggul dalam berfirasat? Hehe.

Pada beberapa orang yang sakit hati, kutemui rasa tidak percaya akan masa depan yang masih suci. Masalah lama dan cinta searah masih diungkit, seolah hal itu adalah sampel untuk populasi: semua lawan jenis di dunia sama aja. Aku kayaknya pernah nulis, kalau waktu ga akan pernah menyembuhkan luka, kalau dirinya sendiri ga berusaha. Trus nanti datang tuduhan sama orang yang sudah menguasai ilmu feel free kayak aku, dikiranya ga pernah jatuh cinta, ga normal. Lho jangan salah, setiap orang yang datang di hidupku, apapun niatnya, apapun ceritanya, membantu mengasah “berlian”ku kok. Hehe. #ifyouknowwhatimean

Pertanyaan terakhir, apakah perilaku seseorang is always to predict and to explain? Karena kalimat-kalimat yang kutulis di atas itu sifatnya teori, kesimpulan manusia, tak mesti berlaku untuk semua keadaan.

Aku tak pernah merencanakan kepada siapa aku tertambat.

Pernah ku mengetik kata-kata indah, lalu kuhapus karena malu atau kecewa.
Mengapa?
Kupikir aku yang labil. Ternyata aku membongkar teoriku sendiri. Tak ada yang abadi. Perjalanan harus bergerak maju, siap direvisi, agar tak terkungkung dalam satu paradigma. Haha. Kalau ngeyel di situ-situ aja, udah sempit, kuno, egois lagi. Hehehe.
Eniwey, saya menertawai Ela sebelum detik postingan ini dibuat. Kalau mau ketawa bareng-bareng, nggih monggo.. :D

---

Karena kujatuh cinta, kujadi bertanya. Tak jadi menjawab, namun terus mencari. Kini, tak pernah kurencanakan aku tersipu karena apa, hal-hal kecil terkoneksi pada siapa, bahkan ia tak mungkin tau betapa kagetnya aku oleh hal-hal sepele –bagi orang lain- namun gencar membuatku tersipu.
Kalau kuminta hal serupa terjadi padanya, ah aku transaksional. Salah satu sifat yang kubenci, karena memicu ada apanya, bukan apa adanya.

Aku dalam kepasrahan mendalam, memohon keselamatan kepadaNya untuknya. Kalau memang ditakdirkan bersatu, ya dia akan melamar karena keyakinan mendalam soalku. Jika tidak? Ia diberi keraguan untuk menyelamatkan kami dalam jalan masing-masing.

Bukankah segala yang terjadi atas kehendakNya? Ia akan memantik api kesungguhan, hanya karena Ia lah segalanya padam. Jatuh cinta itu rezeki, aku rahmat baginya, ia rahmat bagiku, berdua memeluk semesta.

Cinta, dalam sudut pandang wanita (yang seperti saya).