Jumat, 26 Desember 2014

Normatif Romantis

Kasih sayang itu hangat menggelora,
namun tak membakar.

Sejuk,
namun tak membekukan.

Memeluk,
namun tak meremukkan.

Nyaman.

Lembut.

Layaknya sebuah selimut,
yang tiba-tiba menyelubungimu saat jari-jarimu mulai kaku membeku.

Ada energi di dalamnya.
Kemauan untuk melindungi, yang mampu mengusap tangis, sembuhkan lara.

Kerinduan adalah dahaga.

Tatap mata memacu detak, perlakuan memicu decak.

Tak ada keraguan ataupun ketakutan,
karena kamu percaya dengannya kau aman.
padanya kau titipkan hatimu.
bersamamu ia isi harinya.

Tanpa kau mengemis, ia mengakui,
kaulah bidadarinya,
di depan semesta, ia bersumpah.

Merasa, mengakui, memperlakukan...
selain pada kehidupan,
belum pernah kukecap perasaan itu.


Salam,


yang ingin ditemukan dan dijatuhcintakan

Rabu, 29 Januari 2014

Puzzle

Dulu, aku pikir suatu hubungan bisa berjalan karena adanya persamaan.
Hanya itu.
Tak terpikirkan olehku akan adanya perbedaan yang mungkin “baru-akan-diketahui” saat menyelaminya.

Kemudian, masih di jaman lampau, aku sadar anggapan itu salah. Kau tau kan, undang-undang mengalami amandemen, buku ada edisi revisi, manusia ada yang namanya pedewasaan. Kau-yang-hari-ini seharusnya adalah revisi-kau-yang-kemarin, karena yaa... beberapa kejadian dalam hidup.

Oiya, lanjut dari bahasan utama yaa...

Aku kemudian berpikir, ini semua bukan soal persamaan dan perbedaan, tapi kecocokan. Ibarat kepingan puzzle yang bentuknya nggak sama, tapi bisa nyambung. Klik! Saling mengisi... mengerti... paham. Nggak klik, ya nggak cocok. Kepingan seperti itu takkan bisa menyatu.




Lalu terbayangkan olehku, bagaimana jika kedua sisinya nggak klik, gara-gara salah mengambil sudut pandang? Sisi yang cocok tersembunyi. Kalau saja diputar sedikit dengan probabilitas yang ada, pasti ada kecocokan. Toh, ada petunjuk gambar atau gradasi warna.

Ada apa di sana? Kesabaran dan toleransi.


Ada kesempatan untuk mencoba, dan ada dua kemungkinan: gagal atau berhasil. Kau takkan pernah tau sebelum mencoba salah satu dari kepingan yang berserakan.

Di sini, ada pelajaran ikhlas dan tidak putus asa. Agar harapan menemukan yang cocok tak terputus.


Kemudian, pengandai-andaianku menemukan sesuatu yang agak pedih.
...andai dua sisi yang tidak cocok dipaksa bergabung, maka salah satu atau keduanya pasti akan rusak. Sakit.
...andai keping yang satu diputar terus menerus tanpa diikuti yang lainnya, maka kecil kemungkinan ada kecocokan di sana. Padahal menemukan dan ditemukan adalah usaha kedua belah keping.

Iya, ada kalanya mundur itu lebih baik daripada hancur. Sakit sekarang lebih baik daripada mengumpulkan rasa sakit itu sendiri. Toleransi manusia, sayangnya, terbatas.


Bagaimanapun, kehidupan adalah rangkaian kepingan puzzle. Terhubung satu sama lain. Trial and error.
Kau tak kan paham gambar dari hidupmu, rencana kesuluruhan penciptamu, jika tak menyusun kepingannya hingga selesai. Sedangkan permainan yang cepat selesai itu nggak seru, menurutku.
Ada pelajaran menikmati proses di sana.



Kalau kau-yang-membaca-ini mengerti, berarti kau cukup dewasa.


Dariku,


Yang sedang belajar (makin) dewasa.

Kamis, 23 Januari 2014

Andai Bumi Bisa Ngomong

Aku adalah bumi. Aku terkenal karena dapat dihuni oleh manusia dan mahluk hidup lain. Mungkin aku juga terkenal karena kerusakan di sana sini di umur yang setua ini.
Andai ada yang mau menanam tumbuhan, aku pasti nggak gundul di sana sini. Tapi, manusia cuma bisa menebangi pohon untuk rumah dan lain sebagainya. Kalau ada banjir pada musim hujan dan kekurangan air pada musim kemarau, mereka cuma bisa menyalahkan alam. Aku juga kan yang kena.
Andai mereka tau kalau sebenarnya aku kesakitan digali di sana sini. Mereka malah sibuk menambang dan kelama-lamaan menjadi rakus. Aku dieksploitasi habis-habisan. Kalau sudah sampai level ‘hampir habis’, mereka baru sadar. Ada sebagian yang mau hemat energi, tapi sepertinya belum banyak yang menyadarinya.
Andai teknologi dan industri belum ada, pasti aku nggak ditimbuni sampah di sana sini. Paling nggak mereka peduli dalam urusan daur ulang sampah saja, aku bisa sedikit lega. Aku benci plastik dan styrofoam! Kawan-kawanku, para bakteri pengurai, bekerja keras menghancurkan benda-benda itu. Butuh waktu lama sekali, padahal plastik-plastik sudah menumpuk dan bertebaran di kulitku. Aduh!
Selain itu, penemuan-penemuan manusia cuma bikin aku susah. Mereka jadi melupakanku. Mereka mencemari segalanya, dari tanah, air, udara, sampai pada tahap pemanasan global. Sebagian dari tubuhku hilang karena mencair. Tempat-tempat indah di berbagai benua akan lenyap. Oh, aku akan kalah keren dari planet-planet lain.
Kupikir aku dan manusia bersahabat baik. Tapi nyatanya manusia tidak peduli padaku. Jadi, jangan salahkan jika akhir-akhir ini aku marah. Mereka bahkan tidak menyelamatkanku secara total, malah mulai mencari planet lain yang mungkin bisa dijadikan tempat tinggal. Huhuhu, aku akan ditinggalkan.
Ah, seandainya aku bisa ngomong….



Artikel ini pernah diikutin lomba dalam rangka menyambut Hari Bumi 2011, di FMIPA UM (yang ngadain dari HMJ atau BEM, aku lupa. :p). Karena kalah serius sama artikel lain, akhirnya aku berhasil jadi juara 2....., dari bawah. Kaok~ kaok~ kaok~...
Lepas dari itu, semoga artikel ini bisa menumbuhkan rambut, hash, kesadaran pentingnya sayang sama bumi. Toh sebagian dari bencana alam yang lagi ngeksis di Indonesia, datangnya dari kelakuan nggak bertanggung jawab manusianya sendiri. :)

Senin, 13 Januari 2014

Aku Tidak Menarik!

"Aku tidak menarik! Aku tak bisa membuatmu tertarik tambang padaku."
"Aku tidak seksi! Perutku nggak berkotak-kotak kayak roti bantal!"
"Aku kurang cerdas! Loading lama... dikedip-kedipin gebetan aja aku telat nyadar!"
"Aku kagok kalo jadi public speaker! Bahkan aku membisu kalo ketemu gebetan!"
"Aku kurang kreatif! Mendapatkan perhatianmu aja aku harus memutar otak bagai bulan yang setia ngglibet ke bumi."
"Aku... aku... hoks.. bahkan nggak punya kelakuan bagus!"

Udah?
Puaskah kamu menghina dirimu sendiri?

"Tapi.. kan.. tapi.. dia lebih.. blub.. blub.. blub.. blub.. blub.. blub.. blub.. blub.. blub.. blub..."

Ya. Bener. Setiap orang punya kelebihan.
Aku bilang "setiap orang".
Kalo kamu merasa "orang" atau mahluk yang disetarakan dengan itu, kenapa kamu nggak mulai menemukan- mengenali- mengasah- menunjukkan kelebihanmu sendiri?
Yang kamu bilang dia lebih blub..blub..blub itu, yakin dia punya keistimewaanmu?
Superman aja lemah sama kryptonite. Ada gitu, orang yang nggak punya kelemahan? Coba sini, kenalin ke aku. Pengen tau. Dan pengen nguji. :p

"Tapi... kata orang, aku itu... hoks... blub..blub..blub...bluuub..."

Orang punya mulut dan perasaan. Orang berhak berkomentar dan berpersepsi apapun itu. Lhawong baju lengan panjang di instagram aja bisa memunculkan kontroversi. Hihihi.
Kenapa kamu nggak konsentrasi aja ke tujuanmu sih? Ke orang-orang yang kamu sayangi, misalnya?

Sekarang, yang kenal "kamu" itu siapa?
Ya kamu sendiri dong. ;)

Aku suka keramaian, heboh-hebohan bareng teman-teman dan keluarga, kalo perlu sampai menimbulkan amuk massa. Tapi ada kalanya, aku pengen sendiri. Itu zona netral, buat evaluasi, merenung, menyelesaikan urusan dengan tenang, dsb. #tipsunyu

Kamu tau yang terbaik buat dirimu sendiri.
Kamu tau kamu bisa jadi yang terbaik versi dirimu sendiri.
Yakin deh.., dan dicoba..., trus dibiasakan.

"Who says you are not perfect? Who says you are not worth it?"
(Selena Gomez- Who Says)

...dan aku...
"I'm no beauty queen. I'm just beautiful me~"

Bagaimana kamu mau "berharga" kalo nggak dimulai dari menghargai dirimu sendiri? Wani piro seh? ;)

Yang bacaa, mana senyumnyaaah???
Yuk, bangkit dari kubur yuk... sini sama akoh.. :D

Kamis, 09 Januari 2014

Aksi = Reaksi

Sebuah pemikiran “out of the box” versiku muncul pagi ini. Saat itu yang terlintas di pikiranku adalah orang ber”aksi” kadang karena menginginkan orang lain be”reaksi”.

Aku ulangi sekali lagi.

Orang beraksi karena mengharapkan reaksi.

Contoh: Aku jahil karena ingin melihat orang yang aku sayangi mencak-mencak tak terkendali. (Duh, ketauan deh kelakuanku di dunia nyata.. :P)

Apa aksinya? Jahil.

Dan apa reaksinya? Mencak-mencak.

Kalo kamu ada di posisi yang aku jahili, bisa dipastikan reaksi pertama yang akan muncul adalah marah. Kalo perlu ya sampek nyanyi, “Aku bete sama kamoh... aku bete... bete.. bete... bete...”
#kasihsaweran #lalutendangkeluarpanggung :D

Tapi, satu yang kamu lupakan kisanak! Kamu tak menangkap motif terselubung akoh. (Nggilani La, mbalik normal aja geh..).
Maksudku, kamu pasti ngga pernah merenungkan kenapa aku ngusilin kamu. Motif dari aksi.

Apa anak-anaaaak?

MOTIF DARI AKSI!

Aku menjahilimu karena aku cukup mengenalmu. Tingkatannya bisa dari sahabat, bahkan keluarga. Karena aku percaya, kamu marahpun, masih bisa tertawa setelah itu. Karena kamu juga sayang padaku. #ashek

Ya iyalah. Logikanya kalo usil sama orang asing, buat apa cobak. Kan aksi perorangan untuk kepuasan pribadi, bukan acara televisi komersial.

Namanya juga hidup di dunia. Aku ngga selalu ada di posisi beraksi. Kalau aku ada di pihak yang diharapkan reaksinya, aku bakal bersyukur, karena ada mahluk-mahluk yang beraksi untukku. Aku bakal liat motifnya sebagai tanda perhatian. :3 (walau caranya kurang tepat. Ciyee, sadar ciyee...)

Dan biasanya, aksi reaksi itu mempertemukan dua pihak sama kuatnya. Macem Kudo versus Anokata. Atau Holmes sama Adler (eh, drama romantika ding itu). Holmes versus Moriarty. Detektif versus pencuri.
Salah satu motif orang berAKSI karena ia berharap yang beREAKSI menunjukkan sesuatu. Sesuatu yang berharga versi dia. Yang dia harap sama sesuai dugaannya.

Ya, macem tes CPNS lah. :P

Jadi apa kesimpulannya?

Motif dari aksi itu sama menggelikannya dengan reaksi yang diharapkan.

Ingat ya, AKSI = REAKSI.


Hahaha.

Rabu, 08 Januari 2014

Dance Dance Revolution

Selain aku, adakah wahai para-pelirik-anak-manis yang juga suka maen DDR?
Apa sih tujuanmu nge-game? Pengen jadi pemecah rekor, nilai sempurna, iseng aja, ngilangin stress. pengen nampang di game center, atau apa?
Kalau aku sih karena emang suka dance. Dan penghilang stress. :D
Jangan dikira aku pakai level expert atau skor A melulu. Malah dari dulu level beginner nggak kelar-kelar. Dan hanya di mesin yang punya empat arah. Padahal kan mesin jenis itu udah mulai langka, lagu-lagunya juga jadul bingit.
Udah nyoba yang lain, tapi nggak sreg. Coba kenapa, hayo?
Karena aku pengen menikmati tiap ogelan dengan elegan dan penuh penghayatan. Karena aku suka dengan spesifikasi yang aku sebutin di atas. :D
Kadang masih suka mangap optimal sih kalo liat mas-mas cakep dan mbak-mbak yang DDRan pakek level expert atau yang sekalian atraksi ala Step Up. Hehe...
Dan aku masih ngakak aja kalo ingat pertama kali DDRan di Timezone Pasar Besar Malang, sekitar tahun 2007. Pertama kali memberanikan diri nyoba ya di situ itu (ceritanya udah pengen dari lama, tapi malu tingkat nasional). Menurutku, aku sih biasa aja. Pas udah selesai tiga lagu, aku noleh...., waduh busyet... yang nonton banyak juga. Lumayan, kalo HTM @ IDR 10.000,-, bisa buat bayar kos sebulan. #abaikan :D
Pas itu cuma bisa GLEK! #telenmesinDDR wakakaka
Dari kejadian itu, aku mulai sadar. Aku nggak perlu membandingkan diriku dengan yang lain. Menikmati jadi diri sendiri bakal bikin aku bersinar.
Oiya, setelah menjadikan DDR-an sebagai hobby, ada pelajaran lain yang bisa diambil lho.
Kalo aku salah langkah, harus terus fokus melangkah, jangan kacaukan gerakan selanjutnya.
Tau apa istilah lainnya?
Yep! MOVE UP! :)