Apakah aku harus selalu bilang iya atau suka untuk semua hal
representatif tentangku yang kau sebut?
Terbiasa menyetujui segala hal itu menakutkan bagiku, karena aku
tak pernah tau hal apakah yang harus kutoleransi darimu.
Apakah aku harus mengabadikan wajah memerahku saat kau
berhasil menyentuh segala esensi dari segala omelanku?
Sedangkan aku tak pernah kau izinkan mengetahui
sejelas-jelasnya tentangmu, melainkan hanya lewat takdir [yang orang sebut
dengan “kebetulan”].
Semoga ini bukan kemungkinan-kemungkinan dari kesoktauanku, ilmu dedutifku, yang menyesatkanku. Meskipun tersesat dalam alur pikiranmu itu menyenangkan. Hiyak!
*jiwit diri sendiri biar tetap sadar*
0 komentar:
Posting Komentar