Sabtu, 14 Mei 2016

Sebuah Umpan Balik dari Ribuan Astagaku

Apakah aku harus selalu bilang iya atau suka untuk semua hal representatif tentangku yang kau sebut?

Terbiasa menyetujui segala hal itu menakutkan bagiku, karena aku tak pernah tau hal apakah yang harus kutoleransi darimu.

Apakah aku harus mengabadikan wajah memerahku saat kau berhasil menyentuh segala esensi dari segala omelanku?

Sedangkan aku tak pernah kau izinkan mengetahui sejelas-jelasnya tentangmu, melainkan hanya lewat takdir [yang orang sebut dengan “kebetulan”].

Aku terbiasa meletakkan sudut pandangku dari kamera orang lain, sedangkan aku merasa meraba dalam kegelapan menujumu. Menunggu tak pasti adalah siksaan bagiku. Aku cahaya yang suka keterangbenderangan dalam segala aspek kehidupan.

Semoga ini bukan kemungkinan-kemungkinan dari kesoktauanku, ilmu dedutifku, yang menyesatkanku. Meskipun tersesat dalam alur pikiranmu itu menyenangkan. Hiyak!
*jiwit diri sendiri biar tetap sadar*

0 komentar:

Posting Komentar