Terjebak hujan (lagi). Di tempat yang sama saat aku nulis
Cerita Hujan beberapa bulan lalu. Kali ini aku memilih untuk berdiri di luar,
bukan menunggu di food court maupun kedai di deretan depan mall. Entah kenapa,
aku memutuskan berhadapan langsung dengan hujan. Kurang dari semeter, aku bisa menyentuhnya. Harusnya membosankan. Berkat
mobil berpelat N bla bla bla AK, aku sukses melamun. Hihi. Sekarang aku tau
kenapa hujan identik dengan penggalauan. Derasnya hujan kadang bikin kita
terjebak, terdiam, menjadikan kenangan sebagai satu-satunya bagian dari kita
yang bekerja lebih giat daripada yang lainnya.
Plat N. Malang. Kota yang lama tidak kujenguk. Aku
merindukannya.
Aku merindukan... hmmm..., kotanya?
Kota?
Seandainya sahabatku tak tersisa satupun di sana, apakah aku
akan kembali?
Seandainya tak ada satupun yang menemaniku berkeliling,
apakah aku masih tetap bahagia?
Setelah dihujani kenangan pahit di sana, apakah aku masih
bisa tersenyum saat kembali?
Apa yang sebenarnya yang aku rindukan? Kenangan yang lalu?
Di saat aku terjebak di gedung ekonomi bersama teman-teman?
Dimana sebagian dari kami lapar, mungkin mengantuk, juga lelah, menantikan
langit berbelas kasihan untuk mengerem tangisnya?
Saat aku meringkuk di bawah payung dalam perjuangan pulang
ke kos yang lumayan jauh jaraknya?
Ngobrol saat mengantri membeli makanan, lalu makan
beramai-ramai, “tidak penting kemana tapi bersama siapa”?
Saat aku mendengar sapaan dari teman sekostku yang baru
pulang kuliah? Saat kami mengerjakan tugas bersama, dimana lebih sering
bercandanya daripada seriusnya?
Saat aku sok menyusup ke fakultas lain?
Seandainya semua yang kurindukan ternyata berubah, apakah
ada kelegaan ketika aku bertemu?
Apa yang aku rindukan?
Karena jika kau merindukan seseorang, kau harus siap
menerima segala perubahannya setelah sekian lama tak berjumpa.
Karena jika kau merindukan tempatnya, kau harus siap
berpetualang sendirian, maupun bersama orang asing.
Jadi, apa yang kurindukan? Kenangan?
Kenangan itu kompleks, mengembalikan kejadian. Ada orang,
tempat, dan keadaan. Yang tersulit untuk direka ulang. Karena hal sama sulit
untuk terulang kedua kalinya.
Apa yang sebenarnya kuinginkan? Menciptakan kenangan baru di
sana?
Kenangan baru? Oke, kedengarannya bagus.
Jika aku telah
memilih bahagia, harusnya aku akan bahagia dengan “apa ada”nya.
Kenangan oh kenangan. Kamu memang pemanis hujan.
Udah ah. Gini ini kekurangannya jadi dewasa. Jadi banyak
seriusnya. Kata-katanya jadi dominan menyayat perasaan. Saatnya dinetralisir
dengan menjahili orang. Dan ngakak. #kaburkedunianyata :D
Ketemu lagi di postingan selanjutnya yaa~ :)
0 komentar:
Posting Komentar