Minggu, 03 Juli 2016

Nge-DOTS Dulu Yuk~

NgeDOTS? Mentang-mentang lagi jadi aunty penuh waktu, kamu bawa-bawa istilah bayi, Laa??

Hehe.. Bukan. DOTS yang kumaksudkan adalah judul drama Korea ngehits tahun 2015: Descendants of the Sun. Harap maklum, saking sibuknya hamba, seluruh episode baru selesai ditonton pada 2016. Meskipun begitu, postingan ini bukan untuk ngeri, eh, ngereview jalan ceritanya.

Ada satu adegan yang bikin aku terkesan dan menyadari sesuatu.
Yang mana hayoo?
Bukan yang berdua-duaan, bukan juga yang waktu tembak-tembakan.
Tapiii.., pas mbak dokter Korea nolong si mas mafia Amerika.

Saat itu mbak dokter dihadapkan pada pilihan membiarkan musuh meninggal karena menurutnya membiarkannya meninggal akan menyelamatkan banyak nyawa yang lainnya.., atau menolongnya atas dasar rasa kemanusiaan. Di saat dia bambang, eh bimbang.. mas tentara sang gebetan mengingatkan kalo si mbak dokter harus menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya, dokter ya menyelamatkan nyawa tak peduli siapapun itu. Tanpa mas tentara ngomong pun, hal tersebut sudah ada di sumpah profesi.

Oke, masuk ke pemahaman kemana-mana ala aku..
Dokter punya sumpah sebagai berikut:

SAYA BERSUMPAH BAHWA :
  • Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan peri kemanusiaan.
  • Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya.
  • Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran.
  • Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan dan keilmuan saya sebagai dokter.
  • Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien.
  • Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan Keagamaan, Kebangsaan, Kesukuan, Politik Kepartaian, atau Kedudukan Sosial, dalam menunaikan kewajiban saya terhadap penderita.
  • Saya akan memberikan kepada Guru-Guru saya, Penghormatan dan Pernyataan Terima Kasih yang selayaknya.
  • Saya akan memperlakukan Teman Sejawat saya sebagai saudara kandung.
  • Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.
  • Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan Kedokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan Hukum Perikemanusiaan, sekalipun saya diancam.
  • Saya ikrarkan Sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.

Pertanyaanku adalah, apakah kita perlu menunggu mencapai posisi tertentu atau diakui memiliki profesi tertentu, baru bersumpah yang baik-baik?
Bagaimana dengan "profesi" kita sebagai manusia? Menurutku itu profesi inti yang dipikul setiap orang, begitu ia lahir di dunia. Sering dari kita merasa bukan siapa-siapa padahal sudah jelas kalau kita punya jabatan otomatis sebagai manusia, Lucunya, orang mencari kesana kemari untuk sebuah pengakuan, dan pada akhirnya merasa segalanya pada saat seharusnya ia makin merasa bukan siapa-siapa. Bertolak belakang dengan ilmu padi, kan? :)
Adegan dari drama Korea itu membuka satu kesadaran terdalamku (saat ini). Bahwa kita seharusnya tak perlu menunggu jadi siapapun atau apapun itu untuk berbuat kebaikan. Pasti ada sesuatu yang dapat kita lakukan untuk dunia. Mau contoh?

Dari sumpah
  • Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan dan keilmuan saya sebagai dokter.
kita sebagai manusia yang bukan dokter juga dapat melakukannya dengan cara simpel: menjaga rahasia orang lain, menjauhi pergunjingan dan menjaga martabat orang lain, siapapun itu, tanpa memperdulikan ada tidaknya kepentingan.

Dari sumpah
  • Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan Keagamaan, Kebangsaan, Kesukuan, Politik Kepartaian, atau Kedudukan Sosial, dalam menunaikan kewajiban saya terhadap penderita.
kita sebagai manusia yang bukan dokter juga dapat melakukannya dengan cara: membantu siapapun itu untuk bertujuan meringankan bebannya, bukan karena pencitraan, ingin imbalan, atau karena ia "cocok" atau hutang budi.

Pemahaman lebih jauh dariku adalah aku sebagai manusia sudah diberi kelebihan tertentu oleh Tuhan. Tuhan percaya padaku, bahwa menitipkan segala kemampuan itu untuk digunakan dalam kebaikan. Aku tidak mau mengkhianati kepercayaanNya, titipanNya yang tak kubawa ke alam kubur ini, jadi ya dimanfaatkan untuk pengabdian kepada sesama ciptaanNya.
Kesimpulannya, MENGABDI TAK HARUS PUNYA GELAR PROFESI [dari manusia], kan? :)







0 komentar:

Posting Komentar